Senin, 18 November 2013

GALAU ADIWIYATA


Oleh : Gilang Pidianku


            Perkenalkan namaku dika, aku bersekolah disalah satu sekolah yang sedang gempar-gemparnya mencanangkan proses adiwiyata, yang kabar-kabarnya berkiblat ke arah kesehatan sekolah, lingkungan yang bersih dan nyaman, tanpa polusi. Mungkin beginilah cerita ini dimulai.
            Siang itu aku duduk disebuah bangku kayu berwarna coklat yang berada di depan perpustakaan sekolah. Sejenak aku berpikir-pikir serambi melihat sekolahku yang mengalami banyak perubahan, ya bisa dibilang dari sebuah gurun pasir yang gersang menjadi hutan hujan yang sangat lebat. Terlintas dipikiranku saat itu "Kenapa harus ada perubahan drastis seperti ini? Bukannya hanya buang-buang uang sekolah saja? Kenapa tidak digunakan untuk keperluan lain saja? toh kadang-kadang bila siswa ingin melaksanakan suatu kegiatan pasti selalu kekurangan biaya." . Tidak lama setelah duduk disitu, aku pun pergi dengan berbagai pikiran negatif tentang perubahan drastis sekolahku yang menurutku tidak penting.
            Bel pun berbunyi nyaring dengan nada-nada yang khas ciptaan musisi Mozart. Pelajaran pun dimulai, saat itu adalah pelajaran yang biasanya mengusik niat belajarku yang membara, karena pelajaran tersebut membuat diriku menjadi tidak semangat belajar lagi, dan scera otomati mengubah niat belajarku yang membara tadi menjadi seakan membeku. Karena tidak niat lagi mengikuti pelajaran tersebut, pemikiranku menjadi melayang kemana-mana, pikiran negatif yang hinggap dipikiranku saat di perpustakaan tadi kembali datang mengusik pikiranku kembali. "Hahaha, sekolah ini memang sangat lucu, katanya dulu ingin menjalankan proyek adiwiyata? tetapi kenyataannya hanya penanaman demi penanaman saja yang dilakukan, dan aspek lain tidak dilakukan, kan sebenarnya adiwiyata tidak hanya sekolah yang hijau tetapi sekolah yang hemat energi, anti polusi, dan sudah pasti nyaman. Tetapi kenyataannya? sekolah yang hijau memang sudah tepat, tetapi masih saja pengap, penggunaan listrik masih boros, polusi masih dimana-mana, entah itu yang berasal dari AC ruang kepala sekolah, kipas angin, gas sepeda motor, dan kadang-kadang banyak debu bertebaran dimana-mana. Apakah itu membuat siswa-siswi disini nyaman? dan sudah pasti jawabannya tidak. Dan bisa dibilang sekolah ini bakal gagal menjadi adiwiyata bila tidak memperhatikan aspek lain."
            Hari itu saat disekolah hanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif tentang adiwiyata yang berputar-putar di otakku. Bel pun berbunyi kembali, kali ini bel dihiasi oleh alunan lagu sayonara yang menandakan bahwa ini adalah waktunya untuk pulang, seperti biasa saat pulang aku bercanda tawa terlebih dahulu diparkiran yang berada tepat di depan aula sekolah bersama teman-teman akrabku. Setelah lelah tertawa terbahak-bahak karena berbagai cerita lucu yang dilontarkan mulut humoris beberapa temanku, akhirnya aku memilih untuk izin pulang dengan teman-temanku, dengan perlahan kutarik tuas gas ku yang agak keras dan segera menuju rumahku yang sekitar 4 kilometer dari sekolah.
            Sesampainya di rumah, aku langsung menyalakan komputer orange tua ku yang sudah dilengkapi dengan fasilitas internet yang lumayan cepat. Sekitar 1 jam aku berselancar di internet dengan melihat sekolah-sekolah yang terlebih dahulu mendapat gelar-gelar adiwiyata. Setelah melihat-liat, aku pun  mendapat kesimpulan bahwa yang mendapat gelar adwiyata adalah memang sekolah-sekolah yang kurang terkenal akan prestasinya, dan tiba-tiba terlintas dipikiran ku yang bisa dibilang kotor, "Apakah benar demi menutup kekurangan dalam hal prestasi sekolah, sekolah-sekolah tersebut menjadikan adiwiyata sebagai ajang mencari nama dan ketenaran?."
            Halaman demi halaman internet sudah terbaca olehku, dan ternyata ada sesuatu yang mengejutkan diriku yaitu tentang fasilitas-fasilitas, kegiatan, dan pembelajaran yang sudah digunakan dan diterapkan oleh salah satu sekolah yang sudah mendapat gelar adiwiyata. Dan bila dibandingkan dengan sekolahku sendiri, pastilah tidak ada apa-apanya, akupun semakin geregetan dan berpikir bahwa adiwiyata disekolahku hanyalah pemborosan dan omong kosong saja, semuanya bisa dibuktikan dengan keadan di sekolah sekarang ini dan hari-hari sebelumnya yaitu pengap, panas, pemborosan listrik, debu dimana-mana, dan sudah pasti banyak polusi.
            Waktu terus berjalan dan tak terasa waktu sudah menginjakan kakinya di pukul 6 sore, itu waktunya untukku mandi dan siap-siap belajar atau sekedar mengulang pelajaran yang tadi dipelajari. Menit demi menit, jam demi jam sudah kulewati dan sudah tidak terasa waktu sudah bergerak ke pukul 10 malam, itu artinya sudah waktuku untuk pergi ke alam mimpi, dengan diawali doa, kutarik selimutku dan meletakkan bantal dikepalaku, dengan mencari posisi yang pas akhirnya kupejamkan mataku dan mengakhiri hari ini dengan sejuta keraguan dan pemikiran negatif tentang adiwiyata yang sudah menyerang pikiran ku sejak siang tadi.
            Seperti Wilt Chamberlain, waktu terus berlari cepat dan sceara tidak sopan memotong tidurku yang sedang nyenyak dengan alarm keras yang seakan membentak telingaku. Waktu sudah melangkah lagi ke pukul 5 pagi waktu itu, dengan mata yang kedap-kedip dan badan yang sempoyongan kulangkahkan kaki-kaki besarku ke arah kamar mandi dan segera mandi. Setelah mandi, aku bersiap-siap untuk ke sekolah dengan tidak lupa memakai seragam rapi khas sekolahku. Kupanaskan sepeda motor dan langsung bergegas ke sekolah.
            Setelah sampai di depan sekoah, tiba-tiba aku dihentikan oleh beberapa orang yang bergabung dalam ekstrakurikuler adiwiyata dan dengan suara sopan memintaku untuk mematikan sepeda motorku serambi dirinya membawa poster bertuliskan "Engine off". Pikiranku melontarkan hal-hal pedasnya lagi dan berkata "Omong kosong apa lagi ini? Apa lagi yang mereka rencanakan? Ah paling hanya formalitas saja untuk mengembangkan ekskull adiwiyata". Setelah kuparkirkan sepeda motorku di tempat parkir yang kosong, aku segera pergi bersalaman dengan Guru-guru yang sudah berdiri rapi dan menyalami murid-murid dengan dihiasi senyuman yang khas dari masing-masing mereka/beliau. Ini yang membuatku sangat kagum dengan sekolahku yaitu penumbuhan rasa hormat pada Guru untuk siswa dan penumbuhan kebiasaan tepat waktu untuk para Guru agar tidak terlambat ke sekolah karena Guru mempunyai tanggungan untuk menyalami murid dengan senyuman serambi memeriksa seragam siswa/siswi yang tidak rapi. Secara tidak langsung ini mempererat hubungan antar siswa dan Guru.
            Sesampainya dikelas aku mendengar beberapa temanku mengomel kesal karena harus menuntun motor gara-gara kegiatan engine off tadi. Karena ini hari pertama engine off maka tidak heran bila banyak yang mengomel kesal gara-gara harus menuntun motornya masing-masing menuju parkiran. Pelajaran pun dimulai, setelah melewati beberapa pelajaran tibalah waktu istirahat, dengan perut yang lapar, aku dan teman-temanku pergi menuju kantin sekolah untuk mengisi perut.
            Bel pun kembali berbunnyi seperti meneriakan untuk segera masuk ke kelas. Kali ini adalah pelajaran Biologi yang kebetulan gutunya adalah guru pembimbing adiwiyata disekolahku. Karena bab yang kami pelajari sudah selesai, maka dengan sisa waktu 30 menit Beliau habiskan untuk memperlihatkan progam-progam adiwiyata, disitu aku menyaksikan semua progam yang sudah dan ingin dilaksanakan sekolah. Komplek memang ide-ide dan rencana-rencananya, tetapi sampai sekarang seperti omong kosong karena tidak ada pembuktiannya/hanya sedikit. Dari situ aku mulai berpikiran tambah negatif setelah membandingkan apa yang direncanakan dengan apa yang sudah direncakan oleh orang-orang yang bekerja di bagian keadiwiyataan.
            Hari-hari dan bulan-bulan kulewati, kegiatan engine off terus dilaksanakan dan aku melihat beberapa teman-teman dari ekstrakurikuler adiwiyata terus bekerja, menanam, memilah sampah dan semua kegiatan-kegiatan adiwiyata lainnya.
            Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa sekolahku mendapat juara 1 lomba sekolah sehat dan mendapat gelar sekolah adiwiyata, aku pun terkejut dan pasti merasa senang juga. Dari situ aku sadar ternyata apa yang kupikirkan selama ini ternyata salah. Kerja keras para anggota adiwiyata ternyata bukan menghasilkan omong kosong belaka saja, prestasi yang tinggi itu berhasil mereka raih dengan kerja keras, kesabaran, dan ketabahan menghadapi kesulitan demi kesulitan.
            Hari-hari demi hari setelah kemenangan besar itu dan secara tidak sengaja aku duduk kembali dikursi kayu coklat yang berada didepan perpustakaan sekolah. Dari situ aku melihat sekolahku sudah lebih berubah lagi dari yang semula adiwiyata-adiwiyataan menjadi adiwiyata sesungguhnya. Sejauh mata memandang tidak ada lagi polusi berlebihan, penggunaan AC dan kipas angin, dan debu yang berterbangan. Semua berubah sesuai konsep adiwiyata. Aku hanya tersenyum senang melihat semua hasil ini dan mengingat kembali apa yang kupikirkan dahulu tentang adiwiyata.
            Dari kejadian ini aku banyak belajar bahwa hasil yang besar itu diawali proses yang panjang dengan disertai kerja keras, kesabaran, dan kesungguhan. Jadi pesan dariku, "Gantunglah cita-citamu dan impianmu setinggi mungkin, tetap konsisten dan jangan buat mimpimu hilang atau berubah hanya karena pengaruh dari orang lain dan lingkungan".