Oleh : Gilang Pidianku
Perkenalkan
namaku dika, aku bersekolah disalah satu sekolah yang sedang gempar-gemparnya
mencanangkan proses adiwiyata, yang kabar-kabarnya berkiblat ke arah kesehatan
sekolah, lingkungan yang bersih dan nyaman, tanpa polusi. Mungkin beginilah
cerita ini dimulai.
Siang
itu aku duduk disebuah bangku kayu berwarna coklat yang berada di depan
perpustakaan sekolah. Sejenak aku berpikir-pikir serambi melihat sekolahku yang
mengalami banyak perubahan, ya bisa dibilang dari sebuah gurun pasir yang
gersang menjadi hutan hujan yang sangat lebat. Terlintas dipikiranku saat itu
"Kenapa harus ada perubahan drastis seperti ini? Bukannya hanya
buang-buang uang sekolah saja? Kenapa tidak digunakan untuk keperluan lain
saja? toh kadang-kadang bila siswa ingin melaksanakan suatu kegiatan pasti
selalu kekurangan biaya." . Tidak lama setelah duduk disitu, aku pun pergi
dengan berbagai pikiran negatif tentang perubahan drastis sekolahku yang
menurutku tidak penting.
Bel
pun berbunyi nyaring dengan nada-nada yang khas ciptaan musisi Mozart. Pelajaran pun dimulai, saat itu
adalah pelajaran yang biasanya mengusik niat belajarku yang membara, karena
pelajaran tersebut membuat diriku menjadi tidak semangat belajar lagi, dan
scera otomati mengubah niat belajarku yang membara tadi menjadi seakan membeku.
Karena tidak niat lagi mengikuti pelajaran tersebut, pemikiranku menjadi
melayang kemana-mana, pikiran negatif yang hinggap dipikiranku saat di
perpustakaan tadi kembali datang mengusik pikiranku kembali. "Hahaha, sekolah
ini memang sangat lucu, katanya dulu ingin menjalankan proyek adiwiyata? tetapi
kenyataannya hanya penanaman demi penanaman saja yang dilakukan, dan aspek lain
tidak dilakukan, kan
sebenarnya adiwiyata tidak hanya sekolah yang hijau tetapi sekolah yang hemat
energi, anti polusi, dan sudah pasti nyaman. Tetapi kenyataannya? sekolah yang
hijau memang sudah tepat, tetapi masih saja pengap, penggunaan listrik masih
boros, polusi masih dimana-mana, entah itu yang berasal dari AC ruang kepala
sekolah, kipas angin, gas sepeda motor, dan kadang-kadang banyak debu
bertebaran dimana-mana. Apakah itu membuat siswa-siswi disini nyaman? dan sudah
pasti jawabannya tidak. Dan bisa dibilang sekolah ini bakal gagal menjadi
adiwiyata bila tidak memperhatikan aspek lain."
Hari
itu saat disekolah hanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran negatif tentang
adiwiyata yang berputar-putar di otakku. Bel pun berbunyi kembali, kali ini bel
dihiasi oleh alunan lagu sayonara yang menandakan bahwa ini adalah waktunya
untuk pulang, seperti biasa saat pulang aku bercanda tawa terlebih dahulu
diparkiran yang berada tepat di depan aula sekolah bersama teman-teman akrabku.
Setelah lelah tertawa terbahak-bahak karena berbagai cerita lucu yang
dilontarkan mulut humoris beberapa temanku, akhirnya aku memilih untuk izin
pulang dengan teman-temanku, dengan perlahan kutarik tuas gas ku yang agak
keras dan segera menuju rumahku yang sekitar 4 kilometer dari sekolah.
Sesampainya
di rumah, aku langsung menyalakan komputer orange tua ku yang sudah dilengkapi
dengan fasilitas internet yang lumayan cepat. Sekitar 1 jam aku berselancar di
internet dengan melihat sekolah-sekolah yang terlebih dahulu mendapat
gelar-gelar adiwiyata. Setelah melihat-liat, aku pun mendapat kesimpulan bahwa yang mendapat gelar
adwiyata adalah memang sekolah-sekolah yang kurang terkenal akan prestasinya,
dan tiba-tiba terlintas dipikiran ku yang bisa dibilang kotor, "Apakah
benar demi menutup kekurangan dalam hal prestasi sekolah, sekolah-sekolah
tersebut menjadikan adiwiyata sebagai ajang mencari nama dan ketenaran?."
Halaman
demi halaman internet sudah terbaca olehku, dan ternyata ada sesuatu yang
mengejutkan diriku yaitu tentang fasilitas-fasilitas, kegiatan, dan
pembelajaran yang sudah digunakan dan diterapkan oleh salah satu sekolah yang
sudah mendapat gelar adiwiyata. Dan bila dibandingkan dengan sekolahku sendiri,
pastilah tidak ada apa-apanya, akupun semakin geregetan dan berpikir bahwa
adiwiyata disekolahku hanyalah pemborosan dan omong kosong saja, semuanya bisa
dibuktikan dengan keadan di sekolah sekarang ini dan hari-hari sebelumnya yaitu
pengap, panas, pemborosan listrik, debu dimana-mana, dan sudah pasti banyak
polusi.
Waktu
terus berjalan dan tak terasa waktu sudah menginjakan kakinya di pukul 6 sore,
itu waktunya untukku mandi dan siap-siap belajar atau sekedar mengulang
pelajaran yang tadi dipelajari. Menit demi menit, jam demi jam sudah kulewati
dan sudah tidak terasa waktu sudah bergerak ke pukul 10 malam, itu artinya
sudah waktuku untuk pergi ke alam mimpi, dengan diawali doa, kutarik selimutku
dan meletakkan bantal dikepalaku, dengan mencari posisi yang pas akhirnya
kupejamkan mataku dan mengakhiri hari ini dengan sejuta keraguan dan pemikiran
negatif tentang adiwiyata yang sudah menyerang pikiran ku sejak siang tadi.
Seperti
Wilt Chamberlain, waktu terus berlari
cepat dan sceara tidak sopan memotong tidurku yang sedang nyenyak dengan alarm
keras yang seakan membentak telingaku. Waktu sudah melangkah lagi ke pukul 5
pagi waktu itu, dengan mata yang kedap-kedip dan badan yang sempoyongan
kulangkahkan kaki-kaki besarku ke arah kamar mandi dan segera mandi. Setelah
mandi, aku bersiap-siap untuk ke sekolah dengan tidak lupa memakai seragam rapi
khas sekolahku. Kupanaskan sepeda motor dan langsung bergegas ke sekolah.
Setelah
sampai di depan sekoah, tiba-tiba aku dihentikan oleh beberapa orang yang
bergabung dalam ekstrakurikuler adiwiyata dan dengan suara sopan memintaku
untuk mematikan sepeda motorku serambi dirinya membawa poster bertuliskan "Engine
off". Pikiranku melontarkan hal-hal pedasnya lagi dan berkata "Omong
kosong apa lagi ini? Apa lagi yang mereka rencanakan? Ah paling hanya
formalitas saja untuk mengembangkan ekskull adiwiyata". Setelah
kuparkirkan sepeda motorku di tempat parkir yang kosong, aku segera pergi
bersalaman dengan Guru-guru yang sudah berdiri rapi dan menyalami murid-murid
dengan dihiasi senyuman yang khas dari masing-masing mereka/beliau. Ini yang
membuatku sangat kagum dengan sekolahku yaitu penumbuhan rasa hormat pada Guru
untuk siswa dan penumbuhan kebiasaan tepat waktu untuk para Guru agar tidak
terlambat ke sekolah karena Guru mempunyai tanggungan untuk menyalami murid
dengan senyuman serambi memeriksa seragam siswa/siswi yang tidak rapi. Secara
tidak langsung ini mempererat hubungan antar siswa dan Guru.
Sesampainya
dikelas aku mendengar beberapa temanku mengomel kesal karena harus menuntun
motor gara-gara kegiatan engine off tadi. Karena ini hari pertama engine off
maka tidak heran bila banyak yang mengomel kesal gara-gara harus menuntun
motornya masing-masing menuju parkiran. Pelajaran pun dimulai, setelah melewati
beberapa pelajaran tibalah waktu istirahat, dengan perut yang lapar, aku dan
teman-temanku pergi menuju kantin sekolah untuk mengisi perut.
Bel
pun kembali berbunnyi seperti meneriakan untuk segera masuk ke kelas. Kali ini
adalah pelajaran Biologi yang kebetulan gutunya adalah guru pembimbing
adiwiyata disekolahku. Karena bab yang kami pelajari sudah selesai, maka dengan
sisa waktu 30 menit Beliau habiskan untuk memperlihatkan progam-progam
adiwiyata, disitu aku menyaksikan semua progam yang sudah dan ingin
dilaksanakan sekolah. Komplek memang ide-ide dan rencana-rencananya, tetapi
sampai sekarang seperti omong kosong karena tidak ada pembuktiannya/hanya
sedikit. Dari situ aku mulai berpikiran tambah negatif setelah membandingkan
apa yang direncanakan dengan apa yang sudah direncakan oleh orang-orang yang
bekerja di bagian keadiwiyataan.
Hari-hari
dan bulan-bulan kulewati, kegiatan engine off terus dilaksanakan dan aku
melihat beberapa teman-teman dari ekstrakurikuler adiwiyata terus bekerja,
menanam, memilah sampah dan semua kegiatan-kegiatan adiwiyata lainnya.
Hingga
suatu hari aku mendengar kabar bahwa sekolahku mendapat juara 1 lomba sekolah
sehat dan mendapat gelar sekolah adiwiyata, aku pun terkejut dan pasti merasa
senang juga. Dari situ aku sadar ternyata apa yang kupikirkan selama ini
ternyata salah. Kerja keras para anggota adiwiyata ternyata bukan menghasilkan
omong kosong belaka saja, prestasi yang tinggi itu berhasil mereka raih dengan
kerja keras, kesabaran, dan ketabahan menghadapi kesulitan demi kesulitan.
Hari-hari
demi hari setelah kemenangan besar itu dan secara tidak sengaja aku duduk
kembali dikursi kayu coklat yang berada didepan perpustakaan sekolah. Dari situ
aku melihat sekolahku sudah lebih berubah lagi dari yang semula
adiwiyata-adiwiyataan menjadi adiwiyata sesungguhnya. Sejauh mata memandang
tidak ada lagi polusi berlebihan, penggunaan AC dan kipas angin, dan debu yang
berterbangan. Semua berubah sesuai konsep adiwiyata. Aku hanya tersenyum senang
melihat semua hasil ini dan mengingat kembali apa yang kupikirkan dahulu
tentang adiwiyata.
Dari
kejadian ini aku banyak belajar bahwa hasil yang besar itu diawali proses yang
panjang dengan disertai kerja keras, kesabaran, dan kesungguhan. Jadi pesan
dariku, "Gantunglah cita-citamu dan impianmu setinggi mungkin, tetap
konsisten dan jangan buat mimpimu hilang atau berubah hanya karena pengaruh
dari orang lain dan lingkungan".