Karya: Erry Ersani
Indonesia
terkenal dengan sebutan sebagai negara maritim, kepuauan, perairan dan lain
sebagainya yang intinya menyebutkan kaya akan perairannya. Sebutan tersebut
tidak lantas membuat indonesia terbebas dari masalah kekeringan. Masalah
kekeringan merupakan salah satu masalah klasik yang harus dihadapi setiap
tahunnya. Setiap tahun pula beberapa wilayah di Indonesia mengalami kekeringan.
Kekeringan merupakan masalah klasik, namun mengapa penanganannya harus klasik
pula?. Dropping, dropping, dan dropping air selalu menjadi andalan pemerintah. Sebenarnya
yang harus dicari dalam penyelesaian masalah ini bukan cara mengatasinya namun penyebabnya.
Penyebeb
kekeringan tersebut selain faktor alam seperti relief, vegetasi, curah hujan
Juga disebabkan karena faktor manusia. Pembabatan hutan, pencemaran air,
pengerukan tanah, adanya ladang berpindah, penambangan illegal turut menyumbang
ketidaksuburan tanah yang berdampak pada tanah menjadi tidak produktif, tidak
subur sehingga akhirnya mengakibatkan kekeringan. Penyebab-penyebab tersebut
sepertinya tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Jenuh menunggu tindakan
pemerintah, beberapa komunitas akhirnya tergerak untuk melestarikan dan
memeperbaiki sumber daya alam tersebut yang sebenarnya sesuai pasal 33 ayat 3
UUD 1945 bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Memang jika
dicermati lebih jauh pemerintah telah melakukan upaya pencegahan kerusakaan sumber
daya tersebut. Namun upaya tersebut hanya berupa konsep, konsep, dan konsep
tidak lain, tidak bukan yaitu undang-undang, maupun peraturan pemerintah.
Undang-undang
maupun peraturan pemerintah tersebut seperti hanya himbauan. Dan setiap orang
juga bisa melakukan himbauan tersebut. Sekalipun ada pelanggar yang tertangkap
sepertinya undang-undang tersebut tidak berlaku lagi saat pelanggar tersebut
mempunyai banyak uang. Undang-undang tersebut bagaikan pisau yang tajam saat
pertama dibeli namun akan tumpul jika siempunya tidak merawat dan membiarkannya
berkarat karena telah mempunyai pisau baru. Begitupun dengan undang-undang
tersebut akan tajam saat pertama kali dibuat dan menjadi perbincangan publik,
namun akan tumpul setelah kasus-kasus tersebut tidak menjadi lagi bahan
perbincangan masyarakat. Selain itu pisau tersebut akan lebih tumpul jika
dahadapkan pada banyaknya uang yang dimiliki pelanggar.
Dan
setelah semua itu terjadi siapa yang akan menjaga air di bumi pertiwi ini?
Aktivis, komunitas?. Jawabannya bukan itu, tidak lain adalah kita sendiri, kita
yang seharusnya mampu menjaga air tanah di tanah air ini. Kita yang seharusnya
sadar akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Menyayangi bumi ini bias
dimulai dari langkah awal seperti menyayangi dan menghemat air tanah di tanah
air Indonesia. Salam Hijau Lestari Bumi Ku Tercinta. (: